Menu

Mode Gelap

Politik

Penentu Harga TBS Kelapa Sawit, DPRD Kaltara Minta Redemen Ditinjau Ulang


					Ketua Komisi II DPRD Provinsi Kaltara Ahmad Usman. Foto : Fokusborneo.com Perbesar

Ketua Komisi II DPRD Provinsi Kaltara Ahmad Usman. Foto : Fokusborneo.com

TARAKAN – Komisi II DPRD Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara) minta rendemen ditinjau ulang. Hal ini perlu dilakukan supaya tidak berdampak terhadap penetapan harga Tandan Buah Segar (TBS) kepala sawit di Kaltara.

Permintaan tersebut disampaikan Ketua Komisi II DPRD Provinsi Kaltara Ahmad Usman saat menghadiri rapat penetapan harga TBS kepala sawit produksi perkebunan Provinsi Kaltara di Hotel Padmaloka Kota Tarakan, Rabu (9/3/22). Selain Ketua, pertemuan ini juga hadir anggota Komisi II lainnya diantaranya Ainun Farida, Ihing Surang, Muhammad Hatta dan Rakhmat Sewa.

Dalam rapat penetapan harga TBS yang difasilitasi Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (DPKP) Provinsi Kaltara ini, juga dihadiri Gabungan Pengusaha Kepala Sawit (Gapki) serta beberapa OPD lainnya dari Kabupaten dan Kota di Kaltara.

width"250"

“Kenapa redemen kita dorong untuk dievaluasi, sesuai ketentuan Permentan Nomor 1 Tahun 2018 setidaknya 5 tahun sekali diperbaharui sedangkan di Kaltara sudah lebih 7 tahunan belum ada pembaharuan,” kata Ahmad Usman saat diwawancarai Fokusborneo.com.

width"400"
width"450"
width"400"

Alasan Komisi II mendorong pemerintah supaya rendemen itu dianalisa ulang dengan melakukan survei ke beberapa Pabrik Kelapa Sawit (PKS) dijelaskan Ahmad Usman, supaya mengetahui kondisi ril dari produksi TBS menjadi CPO dengan semakin canggihnya alat produksi. Terutama tentang penyusutan dan efisiensi produksi, sehingga memberikan peningkatan harga untuk petani.

“Karena teknologi dan perkembangan produksi semakin maju, kita tidak mau jangan sampai alat produksi PKS ini tidak bagus tidak efisien. Ini kan akhirnya berdampak pada selisih rendemen itu, hasil produksinya berkurang karena alatnya tidak bagus,” tegas politisi PKB.

width"300"

Selain mengusulkan uji redemen, Komisi II juga mempersoalkan Biaya Operasional Tidak Langsung (BOTL). Sebab BTOL ini menjadi bagian dari indeks K yang mempengaruhi harga. Maka dari itu seluruh PKS wajib melaporkan peruntukannya sesuai dengan quantity pembelian dari perkebun berdasarkan ketentuan yang ada.

Komisi II DPRD Provinsi Kaltara menghadiri rapat penetapan TBS Kepala Sawit. Foto : Fokusborneo.com

Dalam Permentan Nomor 1 Tahun 2018 tentang Pedoman Penetapan Harga Pembelian Tandan Buah Segar (TBS) di Bab V pasal 17 dijelaskan pada ayat (1) Setiap Perusahaan Perkebunan wajib menyampaikan dokumen harga dan jumlah penjualan CPO dan PK, paling kurang 1 (satu) kali setiap bulan kepada Dinas Provinsi untuk diklarifikasi oleh tim penetapan harga pembelian TBS.

Di ayat (2) juga ditekankan Perusahaan Perkebunan wajib menyampaikan laporan penerimaan dan pemanfaatan Biaya Operasional Tidak Langsung (BOTL) paling singkat 1 (satu) bulan sekali kepada gubernur dan tim penetapan harga pembelian TBS.

“Kita harapkan kesadaran perusahaan atas kewajiban melaporkan sesuai ketentuan pasal 17. Selama ini masih ada perusahaan belum melaporkan pengaruh harga BOTL itu diperuntukkan untuk apa, sejauh ini masih sebagian kecil perusahaan melaporkannya,” beber Aman sapaan akrap Ahmad Usman.

Sebagai Komisi yang membidang ekonomi, Komisi II dikatakan Aman mendorong supaya pemerintah khususnya Dinas Pertanian kedepan menghadirkan narasumber yang akan membahas terkait dengan BOTL dalam penetapan harga TBS. Sehingga bisa mengetahui sistem pengelolaan BOTL.

“BOTL itu seperti apa sih pengelolaannya, terus BOTL itu peruntukannya apa, itu harus jelas karena ini menjadi faktor yang mempengaruhi harga. Kita harapkan BOTL itu akan kembali ke masyarakat petani,” papar Anggota DPRD Provinsi Kaltara dari dapil Tarakan.

Dalam penetapan harga TBS, ditegaskan Aman rumusnya sudah jelas. Hanya saja indeks K yang menjadi salah satu faktor penentu perlu dilakukan uji ulang. DPRD berharap Gubernur pemegang kewenangan bisa menunjuk institusi yang ahli dibidangnya, supaya mendapatkan hasil analisa yang ril.

“Kalau harga itu kan ada rumusnya memang disitu, jumlah produksi, akumulasi berapa, terus faktor indeks K itu kalau tidak salah biaya-biaya produksinya PKS akan dikurangi disitu, termasuk BOTL, termasuk rendemen tadi. Indek k ini perlu dilakukan analisasi kembali supaya harga yang ditetapkan tidak merugikan petani,” tutup Aman.(Mt/Ad)

Artikel ini telah dibaca 484 kali

badge-check

Writer

Baca Lainnya

Pembagian Sapi Qurban Deddy Sitorus Berakhir di KTT

6 Juni 2025 - 18:06

Giliran Bulungan Dapat Hewan Kurban dari Deddy Sitorus

4 Juni 2025 - 18:33

Kemendasmen Apresiasi Kemajuan Luar Biasa Pendidikan di Tana Tidung

4 Juni 2025 - 15:47

Deddy Sitorus Soroti Bahaya Politik Uang karena Merusak Demokrasi

4 Juni 2025 - 12:47

Deddy Sitorus Serahkan Sapi Kurban di Tarakan, Jalin Kebersamaan Menjelang Idul Adha

3 Juni 2025 - 20:20

Deddy Sitorus: Tanah Adalah Kehidupan, Keadilan Agraria Harga Mati

3 Juni 2025 - 19:53

Trending di Nasional