Kami nostalgia selama 17 menit di atas pesawat Cesna Caravan PK-SNK. Penerbangan singkat dari Bandara Kalimarau, Berau menuju Bandara Tanjung Harapan di Tanjung Selor. Teringat saat kampanye lalu.
Kami bertiga. Ida Suryani, Saya dan Ola adalah pemeran pembantu. Bintang utamanya Deddy Sitorus. Politisi yang tengah berjuang mempertahankan kursinya di Senayan.
Ola adalah Pengawal Pribadi (Walpri). Personel Brimob itu bertugas melindungi secara fisik. Ia juga mempersiapkan segala kebutuhan di lapangan.

Saya tugasnya beda lagi. Menyusun agenda selama kampanye. Berkoordinasi dengan tim di lapangan. Menentukan kordinat pendaratan helikopter. Dan berkomunikasi dengan pilot.



Nah, tugas terberat kampanye marathon itu sebenarnya dipanggul Ida Suryani. Deddy Sitorus selalu mengenalkannya sebagai mantan pacar. Ibu tiga anak ini selain mendampingi suami, tugasnya menyiapkan segala kebutuhan. Mulai pakaian, makan hingga suplemen untuk menjaga stamina Deddy Sitorus tetap prima.
Selain itu, Ida menjadi juru kampanye dadakan. Ida harus siap ketika sang suami memanggil namanya.

“Ibu ibu, Bang Deddy ini suami yang baik. Ganteng dan bertanggung jawab sama keluarga,” kata Ida.
Ibu ibu biasanya bersorak sorai dan Deddy Sitorus tersipu malu dengan wajah memerah.
Itulah kerja bahu membahu suami-istri ini. Ida dibebankan tugas meyakinkan pemilih perempuan.
Tugas Ida yang tidak kalah beratnya adalah menjaga mood suaminya. Tekanan selama kampanye. Serangan lawan politik. Dan rindu kepada anak di Jakarta. Ida harus bisa berperan sebagai penyeimbang. Tempat keluh kesah. Penyemangat. Sekaligus kawan diskusi.
Tidak pernah saya melihat Ida murung. Ia selalu tersenyum. Padahal kami tahu, hatinya diliputi perasaan gundah gulana. Rasa was-was. Apakah suaminya akan kembali terpilih pasti selalu berputar-putar di kepalanya.
Belum lagi, Ida juga harus tetap berkomunikasi dengan ketiga anaknya. Terutama si bontot Sophie. Demi sang ayah Sophie terpaksa mengalah. Ditinggal di Jakarta.
Saya yakin, ditengah rasa lelah, Ida pasti kangen dengan anak perempuan satu-satunya itu.
Memori saya berputar kembali selama penerbangan Kalimarau-Tanjung Harapan. “Jadi ingat waktu kampanye ya,” kata saya pada Ida.
Dia hanya tersenyum sambil berucap. “Iya ya.”
Seperti sepenggal kata bijak; usaha tidak mengkhianati hasil. Hampir 80 titik kampanye didatangi. Mayoritas di pedalaman. Selama kurang lebih dua bulan. Kerja keras itu mengantarkan Deddy Sitorus kembali ke Senayan.
Perjalanan Ida ke Kaltara Kamis (1/5/25) lalu adalah yang pertama sejak kampanye. Ia tidak pernah ikut beberapa kesempatan Deddy berkunjung ke Dapil. Mungkin Ida memilih membayar utang kepada anak-anaknya. Dan kembali sibuk dengan rutinitas pekerjaannya di Kedutaan Besar Inggris.
Terakhir, bersama Sophie, Ida liburan ke Jepang. Berdua saja. Sepertinya itu liburan penebus dosa.
Nah, kesempatan kembali ke Kaltara baginya juga pelepas rindu. Bertemu kami “anak-anaknya.” Begitu pula sebaliknya. Kami sudah lama tak berjumpa Ida.
Namun, selama di Kaltara Ida tetap bekerja. Laptop tak pernah lepas dari tangannya. Seperti di Nunukan, Ida memilih tetap di kamar hotel saat Deddy Sitorus berhalal bi halal di Cafe Sayn.
Makan malam bersama Wakil Bupati Nunukan Hermanus di restoran Bambu Kuning Ia baru bergabung. Dilanjut nongki di Cafe Ocean. Sambil menikmati dinginnya laut Nunukan. Bercengkrama dengan kawan-kawan relawan. Sambil menikmati “nasi basi.” Eh… Secangkir kopi. (pai)