TARAKAN – Keterbatasan anggaran menjadi alasan utama mengapa guru honorer di Tarakan tidak menerima insentif dari bantuan keuangan (Bankeu) yang diberikan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalimantan Utara (Kaltara).
Hal ini diungkapkan Wakil Ketua II DPRD Kota Tarakan, Edi Patanan usai memimpin rapat paripurna dengan agenda penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA PPAS) Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun Anggaran 2025.




Menurut Edi, meskipun ada landasan hukum yang membolehkan pemberian insentif guru melalui skema Bankeu, kebijakan tersebut sepenuhnya berada di tangan Pemprov Kaltara.








“Itu kebijakan dari pemerintah provinsi, mungkin karena keterbatasan anggaran sehingga insentif guru memang enggak ada,” ujarnya.









Dalam penjelasannya mengenai Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) perubahan, Edi menyebutkan adanya kenaikan dana sebesar Rp21 miliar. Kenaikan ini bersumber dari transfer pemerintah pusat dan bantuan keuangan dari Pemprov Kaltara.
Politisi PDIP itu merinci dua jenis bantuan keuangan dari provinsi yaitu Bantuan Keuangan (Bankeu) umum sebesar Rp7,9 miliar untuk pembangunan infrastruktur. Dan bankeu khusus sebesar Rp1,2 miliar yang diperuntukkan bagi insentif Ketua Rukun Tetangga (RT).


Edi menekankan berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 tentang Pemerintahan Daerah, kewenangan pemberian insentif guru TK hingga SMP berada di bawah kabupaten/kota. Namun, ia menambahkan bahwa Permendagri Nomor 15 Tahun 2025 memungkinkan Bankeu dari provinsi digunakan untuk insentif guru.
Skema ini masuk dalam kategori Bankeu khusus, sama seperti bantuan untuk insentif RT.
Meskipun pendidikan menjadi salah satu dari delapan program prioritas dalam Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025, Edi mengatakan pihak DPRD Kota Tarakan tidak bisa mengintervensi kebijakan Pemprov Kaltara.
“Kami tidak bisa mencampuri lebih dalam karena kemungkinan besar ya dari segi kemampuan keuangan provinsi,” tutupnya.(Mt)