TANJUNG SELOR, Fokusborneo.com – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara) menegaskan komitmen serius dalam menjamin pemenuhan hak anak pasca perceraian.
Langkah ini diperkuat melalui Nota Kesepahaman (MoU) dengan Pengadilan Tinggi Agama (PTA) Kaltara yang berfokus pada solusi konkret, yaitu pemotongan gaji wajib bagi mantan suami yang lalai memenuhi kewajiban nafkah.
Wakil Ketua DPRD Kaltara, H. Muhammad Nasir, menyatakan isu kelalaian nafkah, termasuk nafkah iddah, mut’ah, dan biaya pemeliharaan anak, merupakan masalah klasik yang memerlukan penanganan hukum lebih tegas.
“Kami sangat mendukung penuh adanya MoU dengan PTA Kaltara. Langkah ini adalah terobosan hukum yang akan memastikan hak istri dan anak terpenuhi tanpa hambatan, sesuai putusan pengadilan,” tegas Muhammad Nasir.
Skema utama yang didorong dalam kerja sama ini adalah pemotongan gaji secara langsung dari bendahara bagi mantan suami yang berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS). Mekanisme ini bertujuan agar kewajiban nafkah dapat dipenuhi secara disiplin, sebagaimana diatur dalam regulasi kepegawaian negara.
Meskipun fokus awal terletak pada PNS karena mekanisme regulasinya yang lebih mudah diterapkan, Muhammad Nasir menekankan secara prinsip hukum, kewajiban menafkahi anak adalah mutlak bagi seorang ayah, baik ia seorang PNS, Pegawai Swasta, maupun karyawan.
Apabila ayah yang bercerai berstatus pegawai swasta atau karyawan dan lalai dalam memenuhi kewajiban nafkah, pihak istri dapat mengajukan permohonan eksekusi ke pengadilan.
Berdasarkan putusan tersebut, pengadilan dapat memerintahkan perusahaan tempat ayah bekerja untuk melakukan pemotongan gaji demi menjamin biaya hidup anak.
“Intinya, baik negeri maupun swasta, jika putusan pengadilan telah menetapkan kewajiban nafkah anak, maka gaji ayah wajib dipotong. Ini adalah bentuk perlindungan hukum bagi anak-anak,” jelasnya.
Guna memperkuat payung hukum di tingkat daerah, DPRD Kaltara mendorong revisi Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 Tahun 2021 tentang Perlindungan Perempuan dan Anak.
Perda yang ada saat ini dianggap masih bersifat umum, sehingga implementasinya perlu diperkuat dengan regulasi yang lebih spesifik dalam menjamin hak-hak pasca perceraian.
Selain jaminan finansial, DPRD Kaltara juga menyoroti pentingnya perlindungan psikologis bagi anak-anak yang terdampak.
“Penting juga untuk memastikan bahwa anak-anak korban perceraian mendapatkan pendampingan psikologis yang memadai. Ini adalah bagian dari upaya perlindungan menyeluruh,” tutupnya.(**)















Discussion about this post