TARAKAN, Fokusborneo.com – Menindaklanjuti berbagai kasus keracunan makanan yang terjadi pada program Makan Bergizi Gratis (MBG) di berbagai daerah, Komisi 2 DPRD Kota Tarakan menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) Rabu (15/10/25).
Rapat yang dipimpin Ketua Komisi 2 Simon Patino didampingi Wakil Ketua Markus Minggu, Sekretaris Jamaliah, dan Anggota dr. Yuli Indrayani, dihadiri perwakilan Dinas Pendidikan (Disdik), Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (Distan), Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes), Kepala Dinas Koperasi, UKM dan Perdagangan, serta Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) se-Kota Tarakan.
Anggota Komisi 2, dr. Yuli Indrayani, menyoroti pentingnya Standar Operasional Prosedur (SOP) dapur yang ketat serta perlunya setiap Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) memiliki Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS) dari Dinas Kesehatan (Dinkes).
Kekhawatiran ini mencuat setelah mencermati data kasus keracunan makanan di Indonesia, termasuk yang terjadi di Kaltara, dengan harapan kasus serupa tidak terjadi di Tarakan.
”Yang perlu kita tekankan kembali adalah masalah SOP dapur. Setahu saya SLHS itu dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan. Apakah semua dapur yang berjalan itu sudah keluar SLHS-nya? Karena menurut saya, SLHS adalah standar operasional yang paling utama. Kenapa bisa dapur berjalan kalau belum ada SLHS-nya?,” ujarnya.
Kadis Kesehatan dr. Devi menjelaskan bahwa dari enam dapur yang berproses, baru satu yang telah memiliki SLHS.
“SLHS itu sangat penting, untuk melakukan kegiatan pangan,” ujarnya.
Koordinator Wilayah SPPG Kota Tarakan, Dewi, menginformasikan dapur-dapur yang akan beroperasi sudah diarahkan untuk menyurati dinas agar melakukan pelatihan penjamah makanan terlebih dahulu, sebagai syarat wajib dapur memiliki sertifikat SLHS.
Ia menjelaskan proses pengurusan SLHS memakan waktu 14 hari dan beberapa syaratnya, seperti cek air dan tes hasil produksi, baru dapat diproses jika dapur sudah mulai beroperasi.
Namun, Dewi memastikan selama proses ini, pihak SPPG tetap melakukan pengawasan ketat terhadap standar pengolahan makanan, termasuk penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) oleh juru masak.
“Karena nanti kedepannya semua dapur harus memiliki sertifikat halal,” ungkapnya.
Disdik Kota Tarakan yang diwakili Pengawas Sekolah, Windi, menyampaikan hasil evaluasi di sekolah binaannya, menyoroti beberapa kelemahan dalam implementasi SOP di lapangan, seperti penempatan makanan yang tidak sesuai aturan yang seharusnya diletakkan di meja tapi di taruh di lantai, kurangnya edukasi gizi dari guru, dan soal waktu pengantaran konsumsi pada sekolah dengan sistem double shift.
Selain itu, banyak siswa yang tidak memakan hidangan MBG karena kenyang atau mendapat pesan dari orang tua di rumah.
“Mereka takut karena dipesan orang tuanya di rumah, enggak boleh makan MBG, takut keracunan,” ujarnya.
Kepala SMP Negeri 1 Kota Tarakan, Rahmat, sebagai perwakilan sekolah penerima manfaat, menyatakan di sekolahnya Program MBG sejauh ini berjalan tanpa masalah.
Ia hanya menemui beberapa siswa yang mengeluh porsi kurang banyak. Rahmat juga mengaku bersikap tegas kepada pihak yang meminta data terkait MBG tanpa prosedur resmi dan secara aktif memberikan edukasi kepada siswa dan orang tua untuk mencegah berita negatif di media sosial.
Ketua Komisi 2 DPRD Kota Tarakan, Simon Patino, menyimpulkan kunci sukses pelaksanaan MBG adalah membangun komunikasi yang baik di antara semua pihak yang terlibat.
”Ya kita berharap semua yang terlibat dalam MBG ini komunikasinya terbangun. Dari bahan baku, produksi, distribusi, semuanya harus terbangun. Kalau bahan baku berarti berkaitan sama Distan, produksi berarti berkaitan sama Kesehatan, distribusi berarti berkaitan sama sekolah/Dinas Pendidikan,” tegas Simon.
Politisi Gerindra itu berharap adanya koordinasi yang solid antara Distan dan SPPG.
“Ini penting mengingat adanya perubahan Juknis yang seringkali, tapi belum tersampaikan dengan jelas kepada dinas terkait lainnya seperti Dinas Pendidikan,” tambahnya.
Setiap dapur diminta memiliki siklus menu yang jelas. Hal ini krusial untuk membantu Distan merencanakan sumber bahan baku dan mengantisipasi kelangkaan atau inflasi, terutama dengan perkiraan bertambahnya 6 dapur baru menjadi total 12 dapur.
“Pihak dapur/yayasan harus berkoordinasi dengan Distan terkait sumber bahan baku. Supaya semua mitra didorong untuk memanfaatkan pedagang dan UMKM lokal secara merata, mengingat aturan yang mengharuskan 80% bahan baku berasal dari daerah sekitar,” pesannya.
DPRD meminta agar tidak ada spekulan atau kegiatan monopoli, baik dalam bahan baku maupun permodalan, yang dapat menghambat tujuan presiden dalam pemerataan ekonomi.
Poin lainnya, Dindik diminta untuk segera melakukan edukasi kepada siswa tentang manfaat MBG dan meyakinkan bahwa makanan yang disajikan aman untuk dikonsumsi.
“Kepada Dinas Kesehatan diminta untuk memberikan laporan kegiatan secara rutin, yang selama ini belum tersedia,” ungkapnya.
Simon berharap melalui kesimpulan ini, program MBG di Tarakan dapat berjalan lancar, aman dari risiko keracunan, dan memberikan dampak positif pada peningkatan gizi anak sekaligus pemerataan ekonomi daerah.(**)
Discussion about this post