TANA TIDUNG, Fokusborneo.com – Bersama Pasukan Merah, warga Desa Bandan Bikis dan Desa Buong Baru di Kabupaten Tana Tidung, Kamis (23/10/2025), menggelar aksi menuntut kejelasan hak atas kebun plasma yang hingga kini belum diserahkan oleh pihak perusahaan. Aksi damai yang berlangsung di kantor Desa Bandan Bikis ini menjadi puncak kekecewaan warga setelah 15 tahun menunggu kepastian.
Kepala Desa Bandan Bikis, Juliansyah, mengatakan warga sudah bertahun-tahun menunggu itikad baik perusahaan untuk menunaikan kewajiban menyerahkan lahan plasma. Namun hingga kini, hak masyarakat tetap belum direalisasikan.
“Sudah hampir 15 tahun perusahaan menikmati hasil kebun plasma yang seharusnya menjadi hak warga. Hari ini kami hentikan sementara aktivitas operasional perusahaan sampai ada titik terang,” ujarnya dihubungi usai aksi warga.
Menurut Juliansyah, total lahan plasma yang menjadi hak kedua desa mencapai sekitar 268 hektare, termasuk sebagian lahan yang sebelumnya tidak tergarap. Sementara itu, lahan inti yang dikelola perusahaan di wilayah tersebut mencapai lebih dari 800 hektare. Ia menyebut, sebagian lahan plasma yang menjadi hak warga bahkan diduga dialihkan ke pihak lain tanpa pemberitahuan atau persetujuan masyarakat.
Persoalan ini juga semakin kompleks akibat adanya tumpang tindih klaim antara dua perusahaan, yakni PT PMI dan PT Damar, yang sama-sama mengklaim hak pengelolaan area plasma di wilayah Bandan Bikis dan Buong Baru. Menurut Juliansyah, hal ini tidak seharusnya membebani masyarakat karena bukan urusan mereka untuk menengahi perselisihan perusahaan.
“Kami tidak ingin masuk ke persoalan internal mereka. Yang jelas, kewajiban perusahaan memberikan 20 persen lahan plasma kepada desa tidak boleh diabaikan. Masyarakat jangan sampai menjadi korban dari sengketa antar perusahaan,” tegasnya.
Aksi yang digelar warga berlangsung tertib. Sejumlah tokoh adat dan anggota Pasukan Merah tampak hadir untuk mendampingi dan mengawal jalannya kegiatan agar tetap aman dan damai.
“Ini soal keadilan dan hak yang warga,” kata Juliansyah menegaskan.
Ia menambahkan, pihak desa tetap membuka ruang dialog dengan perusahaan maupun pemerintah daerah. Namun, selama belum ada kepastian terkait penyerahan lahan plasma, operasional perusahaan di wilayah mereka akan dihentikan sementara.
“Warga tidak menolak keberadaan perusahaan atau investasi. Yang kami tuntut hanyalah pemenuhan hak yang seharusnya diberikan sesuai kesepakatan awal. Ini demi kesejahteraan warga agar tidak ada kesenjangan sosial,” ujarnya.
Juliansyah juga mengingatkan, total lahan plasma yang menjadi hak kedua desa tidak hanya mencakup area yang aktif digarap, tetapi juga lahan yang sebelumnya terbengkalai, sehingga jumlah keseluruhan mencapai 268 hektare. Sementara lahan inti perusahaan di wilayah itu tercatat sekitar 805 hektare, dengan hak plasma warga sebesar 20 persen dari total pengelolaan perusahaan.
“Langkah ini merupakan bentuk solidaritas antardesa yang terdampak. Kami berharap perusahaan dan pemerintah daerah segera duduk bersama untuk mencari solusi yang adil. Selama hak masyarakat belum jelas, warga akan tetap menahan operasional perusahaan,” pungkas Juliansyah. (hr/ik)
Discussion about this post