Menu

Mode Gelap

Derap Nusantara · 8 Jun 2022 18:13 WITA ·

Anggota DKPP: Jumlah aduan disidangkan 2012-2022 di bawah 50 persen


					Anggota Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu Ida Budhiati di Ruang Sidang DKPP, Jakarta, Rabu, (11/3/2020). (ANTARA/HO-Humas DKPP)
Perbesar

Anggota Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu Ida Budhiati di Ruang Sidang DKPP, Jakarta, Rabu, (11/3/2020). (ANTARA/HO-Humas DKPP)

Jakarta, (ANTARA) – Anggota Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Ida Budhiati menyebutkan jumlah perkara pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu yang disidangkan di bawah 50 persen dari seluruh aduan selama periode 12 Juni 2012 hingga 8 Juni 2022.

“Secara kumulatif 10 tahun, DKPP selalu konsisten bahwa perkara yang ditetapkan untuk disidangkan selalu di bawah 50 persen,” kata Ida Budhiati kepada wartawan dalam acara Refleksi DKPP Periode 2017-2022 di Jakarta, Rabu.

Berdasarkan data akumulasi tersebut, DKPP telah memutus 1.962 perkara dari 7.942 jumlah teradu yang diperiksa. Sehingga, menurut Ida, anggota lembaga penyelenggara pemilu di Indonesia masih rentan menjadi sasaran ketidakpuasan masyarakat atas proses pemilu.

Melalui gambaran perbandingan kasus tersebut, lanjutnya, DKPP menjalankan peran sebagai penjaga kehormatan dari pelampiasan rasa ketidakpuasan masyarakat, khususnya yang dilakukan tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan.

“Kami juga nggak rela kalau penyelenggara pemilu dituduh-tuduh tanpa alat bukti. Hanya sekadar menuduh, tetapi tidak dilengkapi dengan bukti yang mendukung tuduhan. Jadi, pengaduan sejenis ini kami nyatakan tidak layak sidang,” jelasnya.

Terkait perkara yang dinyatakan layak sidang pun, katanya, DKPP lebih banyak memberi sanksi ringan jika dibandingkan dengan sanksi kategori sedang dan berat. Sanksi ringan itu berupa edukasi dan pengingat kepada para penyelenggara untuk bekerja sesuai dengan standar operasional prosedur (SOP) dan cara kerja.

“Kami ingat-ingatkan kepada mereka. Ingatkan, mestinya mengikuti SOP, cara kerjanya mesti takluk pada regulasi, dan seterusnya. Setelah diperiksa, ternyata lebih banyak yang direhabilitasi daripada yang diberi sanksi,” kata anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI periode 2012-2017 itu.

Tindak lanjut berupa rehabilitasi dan sanksi ringan teguran yang diberikan DKPP itu bertujuan untuk memberikan kesempatan bagi para penyelenggara agar bekerja lebih baik dan meningkatkan kualitas pelayanan kepada pemilih dan peserta pemilu.

“Jadi, DKPP ini jangan dilihat sebagai lembaga yang seram. Kami ini bukan sekadar memberhentikan orang,” ujarnya.

Oleh : Putu Indah Savitri
Editor : Fransiska Ninditya

Print Friendly, PDF & Email
Artikel ini telah dibaca 56 kali

blank badge-check

Redaksi

blank blank blank blank
Baca Lainnya

Pengurus DPP KPM Bone Provinsi, DPK KPM Bone Bulungan dan IWK Kaltara Resmi Dilantik

30 Juli 2023 - 16:14 WITA

blank

KPU Tana Tidung Tetapkan Jumlah DPT Pemilu 2024 Sebanyak 19.868

21 Juni 2023 - 08:12 WITA

blank

Jangan Hanya Seremonial, Wagub Yansen: Maknai Harkitnas Dengan Berjuang Bersama

29 Mei 2023 - 22:23 WITA

blank

Harlah 1 Abad NU, PW NU Kaltara Gelar Istighosah Kubro dan Ceramah Agama

13 Februari 2023 - 16:00 WITA

blank

Kepala Balai : Bahasa Indonesia masih “terjajah” di ruang publik

28 Desember 2022 - 16:50 WITA

blank

Luhut tegaskan pentingnya teknologi kelola sumber daya air

28 Desember 2022 - 16:40 WITA

blank
Trending di Derap Nusantara