Oleh: Dr. Syamsuddin Arfah, M.Si (Anggota DPRD Provinsi Kaltara)
Ramadhan kembali hadir, menyapa kaum Muslimin di seluruh dunia, termasuk di Kalimantan Utara. Ia bukan sekadar pergantian bulan, melainkan momentum spiritual yang mengajarkan manusia tentang makna hidup, kesabaran, dan kebersihan hati.
Di tengah geliat pembangunan Kaltara, dari perkotaan di Tarakan hingga desa-desa pesisir dan pedalaman, tantangan kehidupan semakin kompleks. Persaingan ekonomi, politik, hingga dinamika sosial sering kali menimbulkan ketegangan. Di sinilah Ramadhan menjadi momen penting untuk menata diri, membersihkan hati, dan memperkuat solidaritas.
Allah SWT berfirman:
“Maka apakah orang yang dibukakan hatinya oleh Allah untuk (menerima) Islam lalu ia mendapat cahaya dari Tuhannya (sama dengan yang membatu hatinya)?” (QS Az-Zumar: 22).
Menemukan Makna Hidup di Bumi Kaltara
Sebagai provinsi termuda di Indonesia, Kaltara menyimpan banyak harapan. Namun, harapan itu hanya bisa terwujud jika masyarakatnya memiliki ketakwaan yang kuat dan hati yang bersih. Ramadhan mengajarkan kita untuk tidak hanya sibuk mengejar dunia, tetapi juga menata jiwa.
Puasa bukan sekadar menahan lapar dan dahaga, tetapi latihan untuk mengendalikan ego, amarah, dan keserakahan. Dalam kehidupan sosial, berapa banyak konflik terjadi bukan karena kurangnya sumber daya, tetapi karena hati yang dipenuhi iri dan dengki?
Rasulullah SAW bersabda:
“Banyak orang berpuasa tetapi tidak mendapatkan apa pun selain lapar dan dahaga.” (HR Ahmad).
Jika ibadah kita tidak mengubah karakter, maka ada yang salah dalam cara kita memahami Ramadhan.
Penyakit Iri dan Dengki di Tengah Masyarakat
Iri dan dengki adalah penyakit yang sering menghancurkan kebersamaan. Sejarah mencatat bahwa Iblis tidak diusir dari surga karena kurang ibadah, tetapi karena hasad terhadap Nabi Adam. Begitu pula saudara-saudara Nabi Yusuf AS yang membuangnya ke sumur karena rasa iri.
Dalam konteks Kaltara, kita bisa melihat fenomena serupa. Persaingan usaha sering diwarnai fitnah, pembangunan daerah terkadang terhambat oleh kepentingan pribadi, dan bahkan di lingkungan sosial, kebencian dapat tumbuh hanya karena perbedaan pandangan atau pencapaian seseorang.
Rasulullah SAW bersabda:
“Hati-hatilah terhadap iri hati, karena iri itu memakan kebaikan sebagaimana api melahap kayu bakar.” (HR Abu Dawud).
Hati yang iri tidak akan pernah tenang. Ia selalu resah melihat orang lain sukses, hingga lupa bahwa setiap orang telah ditetapkan rezekinya oleh Allah.
Ramadhan sebagai Momentum Perbaikan Diri
Kaltara memiliki potensi besar untuk berkembang, tetapi pembangunan fisik harus diiringi dengan pembangunan karakter masyarakatnya. Jika hati tetap dipenuhi kebencian, maka sehebat apa pun kemajuan yang dicapai, akan selalu ada konflik yang menghambat.
Allah SWT berfirman:
“Pada hari itu (kiamat), harta dan anak-anak tidak lagi berguna, kecuali orang yang datang kepada Allah dengan hati yang bersih.” (QS Asy-Syu’ara: 88-89).
Maka, sebelum berharap keberkahan turun ke negeri ini, bersihkanlah hati terlebih dahulu. Jika kita ingin Kaltara maju, maka kita harus belajar menerima perbedaan, menjauhi iri dan dengki, serta membangun kebersamaan.
Jadikan Ramadhan ini bukan hanya sebagai bulan ibadah, tetapi juga bulan perubahan. Jika ini adalah Ramadhan terakhir kita, sudahkah kita benar-benar memanfaatkannya dengan sebaik mungkin?
Allahu a’lam bis-shawab.