TARAKAN – Diketok, DPRD Kota Tarakan menyetujui Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang perubahan ketiga atas Peraturan Daerah (Perda) Nomor 2 Tahun 2012 tentang retribusi jasa usaha, ditetapkan sebagai Perda. Perda retribusi ini, salah satunya mengatur tiket masuk obyek wisata Pantai Amal Baru.
Persetujuan tersebut, diambil dalam rapat paripurna Anggota DPRD Kota Tarakan, 24 Desember 2021 lalu. Wakil Ketua DPRD Kota Tarakan Muhammad Yunus mengatakan DPRD sempat merekomendasikan agar tarif masuk Pantai Amal Baru diturunkan, hanya saja pemerintah tetap meminta sesuai usulannya.
“Sempat kami rekomendasi kepada pemerintah melalui instansi terkait, tetapi pak Wali bilang kita jalani lah dulu. Bilangnya perlu biaya besar disana (Pantai Amal Baru),” kata Muhammad Yunus saat diwawancarai Fokusborneo.com, Minggu (26/12/21).

Di dalam isi perda tentang retribusi jasa usaha disebutkan, tarif masuk Pantai Amal Baru untuk wisatawan domestik dewasa hari biasa 35 ribu dan hari Minggu 45 ribu. Anak-anak usia 12 tahun kebawah hari biasa 25 ribu dan hari Minggu 35 ribu.



Sedangkan wisatawan mancanegara dewasa hari biasa 45 ribu dan hari Minggu 50 ribu, anak-anak dibawah usia 12 tahun hari biasa 30 ribu dan hari Minggu 40 ribu.
“Kami tekankan tarif masuk Pantai Amal jangan sampai semahal itu membebankan masyarakat, tapi tergantung pemerintah lagi. Karena di dalam perda retribusi bukan hanya terkait itu saja, tapi banyak yang lainnya seperti biaya sewa gedung dan yang lain-lain lah,” ujar politisi Partai Gerindra.

Dijelaskan Yunus, alasan DPRD Kota Tarakan tetap mengetok raperda tentang retribusi jasa usaha menjadi perda, karena tidak hanya mengatur soal tarif masuk Pantai Amal Baru tetapi juga tarif lainnya seperti sewa gedung, ruko, fasilitas olahraga dan lain sebagainya.
“Seandainya tadi terpisah untuk Pantai Amal saja, mungkin kami tidak akan mengambil keputusan. Tapi rekomendasi kami tetap minta tarif diturunkan,” tegas Anggota DPRD Kota berasal dari dapil 1 Tarakan Tengah.
Apalagi, dikatakan Yunus keberadaan perda tentang retribusi jasa usaha ini, sangat dibutuhkan sebagai dasar penarikan retribusi untuk peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
“Karena di Undang-undang 23 itu kita mitra, jadi untuk meningkatkan PAD kan kita gak bisa arogansi. Saya awalnya gak usah, ternyata setelah saya baca bukan itu saja tetapi juga terkait sewa ruko di THM itu kan termasuk ada disitu termasuk gedung-gedung lainnya yang disewakan kan ada disitu semua tarifnya,” jelas Yunus.
Dibeberkan Yunus, sebelumnya, sewa fasilitas milik pemerintah tidak ada tarifnya. Dengan di ketoknya raperda tentang retribusi jasa usaha menjadi perda, seluruh fasilitas pemerintah yang disewakan, sudah memiliki tarif.
“Ini supaya PAD kita meningkat, karena bukan Pantai Amal saja tetapi ada tarif sewa fasilitas pemerintah itu alasan kita setujui,” tutup Yunus.(Mt)