TARAKAN – Komisi 4 DPRD Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara) menemui Pemerintah Kota (Pemkot) Tarakan, Kamis (9/3/23). Pertemuan ini, untuk menindaklanjuti keluhan orang tua siswa dan guru Sekolah Luar Biasa (SLB) soal transportasi khususnya bus sekolah.
Kedatangan rombongan anggota Komisi 4 DPRD Provinsi Kaltara yang terdiri dari Yancong, Supa’ad Hadianto, Syamsuddin Arfah serta Muhammad Saleh, diterima Asisten 1 dan 3 Pemkot Tarakan Tarmizi dan Jamaluddin didampingi Plt Kepala Dinas Pendidikan beserta jajaran dan Direktur Perumda Aneka Usaha Mappa Panglima Banding.
Wakil Ketua Komisi 4 DPRD Provinsi Kaltara Yancong berharap pertemuan ini ada solusi terkait transportasi sekolah khususnya untuk siswa SLB. Sebab keberadaan bus sekolah, sangat membantu orang tua siswa karena tidak perlu mengantar anaknya sampai sekolah di Juata Kerikil yang jauh dari daerah perkotaan.
Baca juga : Pekerjakan TKA, Komisi 4 DPRD Kaltara Minta Perusahaan Jujur Melapor
Apalagi sebagian besar siswa SLB, tinggalnya di daerah perkotaan. Sedangkan armada bus yang disediakan Pemerintah Provinsi (Pemprov), tidak mencukupi untuk mengakut semua siswa SLB yang jumlahnya 271 orang terdiri dari SD, SMP dan SMA.
“Sebenarnya pemprov sudah mengadakan sebanyak 3 unit, akan tidak mencukupi untuk mengangkut semuanya. Makanya kami berharap bus pemkot yang selama ini diperbantukan kesana, bisa kembali difungsikan karena siswa SLB ini juga anak-anak kita dari Tarakan,” kata Yancong.
Terkait persoalan selisih harga angkut antara Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Provinsi Kaltara dengan Perumda Tarakan Aneka Usaha, Yancong menyarankan bisa dibicarakan dengan baik. Sehingga persoalan transportasi buat siswa SLB ada solusi dihasilkan.
“Itu kan informasi ada kenaikan tarif per trip, sehingga Disdikbud memutuskan kerjasama. Sebenarnya ini cuma miskomunikasi saja, ternyata perumda hanya perlu negoisasi saja soal harga,” ujar politisi Gerindra.
Anggota Komisi 4 DPRD Provinsi Kaltara Supa’ad Hadianto menyarankan dalam menyelesaian persoalan transportasi untuk siswa SLB, agar mengabaikan terkait kewenangan antara pemprov dan pemkot. Ia meminta supaya menonjolkan sisi kemanusiaan, agar menemukan titik temu soal harga angkut per sekali jalan.
Baca juga : Persoalan Transportasi dan Kebutuhan Guru di SLB Jadi Perhatian Komisi 4 DPRD Kaltara
“Awalnya kan harga sekali angkut Rp 400 ribu naik menjadi Rp 850 ribu, sementara dana yang dianggarkan pemprov cuma Rp 400 ribu. Makanya kita minta bantu ini kepada pemkot terutama dinas teknis terkait, bagaimana ini bisa turun harganya saya hanya menyentuh dari sisi kemanusiaannya saja,” tambah Supa’ad.
Menganggapi persoalan tersebut, Direktur Perumda Tarakan Aneka Usaha Mappa Panglima Banding selaku pengelola Bus Rapid Transit (BRT) pengganti bus sekolah menjelaskan pengajuan harga angkut sebesar Rp 800 ribu, masih bisa dinegosasikan. Hal itu sesuai aturan pemerintah dalam tata kelola pengadaan barang dan jasa, dalam penentuan harga harus melalui proses negoisasi.
“Apapun keputusannya harus melalui proses negosiasi, jadi tidak bisa tiba-tiba sekian ratus ribu nggak bisa seperti. Kalau di pemerintah dalam tata kelola pengadaan barang dan jasa nya, walaupun ditunjuk langsung tetap harus melalui proses negosiasi itu di apa nanti akan ditanya kenapa kami harapkan sebenarnya negosiasi,” jelas Mappa.
Harga yang diajukan perumda tersebut, dijelaskan Mappa dipergunakan untuk biaya operasional seperti sopir, kondektur, bahan bakar minyak (BBM) dan perawatan. Karena sejak awal 2023, tidak ada lagi anggaran subsidi dari pemkot.
“Pengoperasian BRT itu harus kami sendiri, kalau untung tidak karena komponen biaya pokok produksinya supir itu Rp 300 ribu sama kondektur dia baru dapat ketika bisa jalan, biaya perawatan itu Rp 150 ribu. Kemudian bahan bakarnya, itu kami hitung sampai Rp 300 ribu kalau pakai dexlite, jadi kalau kami pakai solar subsidi bisa turun 50 persen ini bisa ditekan,” beber Mappa.
Baca juga : Dua Kepala Kantor Pos Jadi Tersangka Penyelundupan Kosmetik Ilegal
Asisten 3 Pemkot Tarakan Jamaluddin menyarankan karena di Kecamatan Tarakan Utara ada 3 sekolah dibawah kewenangan pemprov yaitu SLB, SMA Negeri 3 dan SMK Negeri 3, pengajuan anggaran operasional bisa melalui Disdikbud tidak lagi sekolah.
“Jadi difasilitasi saja atau dikoordinir Dinas Pendidikan kalau seandainya ada kontrak atau perjanjian cukup satu saja. Karena DPRD ini juga mempunyai kewenangan tentang proses penganggaran, agar bisa diakomodir dan dibantu nantinya berkaitan dengan keberlanjutan pengantaran anak sekolah,” pesannya.(Mt)