TARAKAN, Fokusborneo.com – DPRD Kota Tarakan melanjutkan upaya mediasi dan pengawasan dengan menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP), Jumat (31/10/25).
Pertemuan ini merupakan tindak lanjut dari observasi lapangan yang dilakukan anggota dewan ke kawasan PT PRI sehari sebelumnya, 30 Oktober 2025.
RDP yang bertujuan mencari titik temu atas berbagai isu ini, mengundang 14 pemangku kepentingan, termasuk perwakilan dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH), Badan Pertanahan Nasional (BPN), Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR), Camat Tarakan Utara, dan Lurah Juata Permai.
Dalam pertemuan tersebut, disayangkan bahwa perwakilan masyarakat terdampak memilih untuk tidak hadir, dikarenakan sedang menjalankan aksi di kawasan PT. PRI.
Wakil Ketua II DPRD Tarakan, Edi Patanan, menjelaskan aksi ini merupakan respons atas kesepakatan sebelumnya.
”Kami memahami bahwa masyarakat sedang melakukan aksi penutupan jalan. Hal ini merujuk pada kesepakatan yang dibuat pada 2 Oktober 2025, di mana disepakati bahwa jika surat kesepakatan yang telah ditandatangani tidak dilaksanakan oleh PT PRI, maka warga akan menindaklanjutinya dengan aksi,” tutur Edi Patanan.
Politisi PDI Perjuangan itu menambahkan DPRD berkomitmen untuk memfasilitasi agar persoalan ini tidak berlarut, dengan meneruskan semua masukan yang diterima kepada PT PRI, masyarakat, dan juga kementerian terkait di tingkat pusat.
Rapat menghasilkan beberapa poin penting dan masukan teknis yang perlu segera diimplementasikan oleh pihak perusahaan.
DPUPR memberikan saran terkait masalah drainase yang menyebabkan kegagalan tanam petani akibat tergenang air, makanya perlu ada penataan.
”Masukan dari PU sangat jelas, bahwa saluran air banyak yang tertimbun akibat aktivitas perusahaan. Oleh karena itu, langkah yang harus diambil adalah perusahaan perlu segera melakukan normalisasi saluran serta mempertimbangkan pembangunan pompa drainase untuk memastikan kelancaran air,” jelas Edi.
Dari sisi lingkungan, DLH menyampaikan beberapa catatan penting diantaranya perlu perbaikan pada fasilitas pembuangan limbah agar menjadi lebih permanen.
“Penting untuk melengkapi area sekitar pembuangan limbah dengan tanaman penutup dan melakukan pengerasan tanggul menggunakan batu koral, mengingat kondisi saat ini masih berupa timbunan,” ujarnya.
DPRD juga menyoroti dua isu penting lainnya, yaitu terkait sanksi dan konflik agraria.
”Mengenai sanksi, kami mencatat bahwa sanksi dari KLHK sebetulnya sudah diberikan pada 23 Juni 2025. Namun, hingga pertemuan zoom terakhir pada 15 September 2025, sanksi tersebut masih menunggu tanda tangan kementerian. Kami akan terus menunggu dan mengomunikasikan jenis sanksi apa yang akan diberikan,” ujar Edi.
Selain itu, masukan dari BPN, Camat, dan Lurah menggarisbawahi pentingnya kejelasan batas-batas lahan di Juata Permai.
Adanya gugatan kelompok tani seluas 110 hektare yang tengah berproses di Mahkamah Agung (MA) menuntut agar BPN segera menyampaikan titik koordinat resmi agar proses mediasi atau ganti rugi di masa depan dapat berjalan tepat sasaran.(Mt)















Discussion about this post