TARAKAN – Wali Kota Tarakan dr. Khairul berharap kurikulum Muatan Lokal (Mulok) bahasa dan budaya Tidung bisa segera diterapkan ditingkat PAUD, TK, SD dan SMP se-Kota Tarakan. Upaya ini untuk melestarikan budaya Tidung tetap terjaga.
Harapan itu, disampaikan saat membuka workshop kurikulum muatan lokal bahasa dan budaya Tidung di Gedung Serbaguna Kantor Wali Kota Tarakan, Senin (28/11/22).
Hadir dalam kegiatan ini, Ketua Komisi 2 DPRD Kota Tarakan, Kepala Dinas Pendidikan, Kepala Perpustakaan dan Kearsipan, Balai Guru Penggerak Provinsi Kalimantan Utara, dan Forum Komunikasi Warga Tidung Kota Tarakan.



Dalam workshop yang mengangkat tema “Dimana bumi dipijak di situ langit dijunjung mencapai prestasi melalui merdeka belajar pelestarian budaya dan bahasa daerah” dr. Khairul mengatakan melestarikan budaya merupakan tanggungjawab bersama. Tidak hanya pemerintah, tetapi juga masyarakat Kota Tarakan.





“Saya kira ini kalau baru mulai sedikit ketinggalan, tetapi lebih bagus terlambat dari pada tidak sama sekali. Dan saya kira ini tanggungjawab kita bersama melestarikan budaya ini,” pesan dr. Khairul dalam sambutannya.





Salah satu upaya Pemerintah Kota (Pemkot) melestarikan budaya Tidung di Kota Tarakan, merancang ulang museum yang ada di Taman Berkampung. Tahun ini, museum tersebut dibangun kembali dengan desaian baru.


“Jadi kita bangun kembali, interiornya itu kita rubah, storyline nya itu kita rubah, termasuk ada tambahan gedung dibelakangnya. Ini bagian kita untuk bagaimana mendokumentasikan sejarah Tarakan dari masa ke masa,” kata dr. Khairul.



Termasuk ditambahkan dr. Khairul menuliskan cerita tentang “Tara” dan “Akan”. Menurutnya cerita tersebut belum banyak diketahui masyarakat Kota Tarakan termasuk dari orang luar.


“”Tara” dan “Akan” itu kan kalau kita bilang dalam bahasa Tidung itu “Tara” artinya tempat dan “Akan” itu makan. Itu kan gak ada gambaran bagi orang luar dan cerita tentang itu gak ada, makanya perlu diketahui para pendatang itu,” jelasnya.


Tentu siapa yang harus melestarikan itu, ditegaskan dr. Khairul kita semua masyarakat Kota Tarakan. Tidak boleh lagi membeda-bedakan antara suku satu dengan lainnya untuk melestarian budaya lokal.


“Dan itu siapa yang harus melestarikannya, ya kita semua. Tidak boleh lagi itu bahasa orang Bugis, orang Tidung, orang Jawa, ya memang faktanya kita berbeda-beda, tetapi kita harus melestarikan budaya ini, karena ini lah kekayaan kita,” bebernya.

dr. Khairul menilai budaya lokal merupakan salah satu kekayaan yang dimiliki Kota Tarakan dan perlu dilestarikan. Karena suku asli di Kota Tarakan suku Tidung, makanya semua masyarakat juga perlu belajar bahasa dan budaya Tidung.
“Kalau tidak kita lestarikan bahasa dan budaya Tidung akan hilang tergerus jaman. Bisa saja anak-anak Tidung yang lahir dari orangtua Tidung, mungkin tidak tahu bahasa Tidung kalau tidak dilestarikan,” lanjutnya.
Makanya, belajar bahasa dan budaya Tidung bisa dimulai sejak usia dini dari PAUD, TK, SD, SMP dan SMA. Karena di usia golden periode yaitu PAUD dan TK, belajar bahasa dan budaya Tidung bisa cepat ditangkap.
“Belajar budaya itu memang bagus sejak kecil. Kalau kita sudah besar tidak bisa secapat anak-anak dan memang golden periode itu PAUD, TK saya kira paling bagus baru SD, SMP juga bisa tapi tidak banyak berubah begitu juga SMA,” ungkapnya.
Supaya ditegaskan dr. Khairul jejak sejarah Tidung ini, tetap ada dan lestari tidak hilang. Makanya diharapkan kurikulum mulok bahasa dan budaya Tidung bisa segera diterapkan di sekolah.(Mt)