TANJUNG SELOR, Fokusborneo.com – Proses pengadaan barang dan jasa pemerintah dinilai masih menyimpan banyak celah penyimpangan. Wakil Bupati Bulungan, Kilat Bilung, mengingatkan agar seluruh aparatur sipil negara (ASN) menjaga integritas dan menjauhi praktik gratifikasi yang dapat mencoreng tata kelola pemerintahan.
Menurut Kilat, sektor pengadaan barang dan jasa merupakan salah satu titik paling rawan terhadap pelanggaran etika dan penyimpangan integritas di lingkungan birokrasi. Ia menyebut, praktik-praktik seperti pemberian gratifikasi, konflik kepentingan, hingga intervensi dalam proses lelang, masih berpotensi terjadi apabila tidak disertai pengawasan yang kuat dan kesadaran moral dari setiap ASN.
“Integritas harus menjadi benteng utama bagi seluruh aparatur. Sekecil apa pun bentuk gratifikasi, jika dibiarkan, bisa menggerus kepercayaan publik terhadap pemerintah,” ujarnya saat membuka Focus Group Discussion (FGD) bertema “Pengendalian Gratifikasi dan Benturan Kepentingan pada Proses Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah” di Aula BPSDM Bulungan, Kamis (23/10/2025).
Kilat menjelaskan, pelanggaran dalam proses pengadaan kerap terjadi bukan karena niat jahat, melainkan akibat rendahnya pemahaman terhadap etika, regulasi, dan nilai-nilai integritas. Ia menilai penting bagi ASN untuk terus meningkatkan kapasitas dan pemahaman mereka terkait sistem pengadaan yang transparan dan akuntabel.
Ia juga menekankan pembangunan sistem pemerintahan yang bersih tidak hanya bertumpu pada lembaga pengawasan seperti Inspektorat, tetapi menjadi tanggung jawab bersama seluruh unsur birokrasi. ASN diharapkan memiliki keberanian menolak gratifikasi, melaporkan potensi benturan kepentingan, serta menegakkan prinsip kejujuran dalam setiap tahapan pekerjaan.
“Pencegahan itu tidak cukup hanya dengan aturan. Harus ada kesadaran dan komitmen moral. Pemerintahan yang bersih hanya bisa lahir dari aparatur yang jujur dan berani menolak penyimpangan,” tegasnya.
Lebih jauh, Wabup mendorong sejumlah langkah strategis untuk memperkuat integritas di sektor pengadaan. Di antaranya, penguatan sistem pelaporan gratifikasi secara daring, digitalisasi proses pengadaan barang dan jasa agar lebih terbuka dan efisien, serta peningkatan peran Inspektorat Daerah dalam fungsi pengawasan dan pembinaan.
Selain itu, ia juga menyoroti pentingnya membangun budaya kerja yang terbuka dan kolaboratif antarperangkat daerah, sehingga pengawasan dapat berjalan dua arah, baik dari lembaga pengawas maupun dari internal unit kerja masing-masing. Menurutnya, transparansi harus menjadi budaya, bukan sekadar kewajiban administratif.
“Kalau sistemnya terbuka, setiap orang bisa saling mengawasi. Dengan begitu, potensi penyimpangan akan semakin kecil karena semuanya terpantau,” kata Kilat.
Ia berharap, melalui kegiatan FGD ini, dapat lahir rekomendasi nyata untuk memperkuat sistem pengendalian internal pemerintah daerah serta meningkatkan kesadaran ASN terhadap pentingnya nilai-nilai dasar ASN, kode etik, dan kode perilaku.
“Forum ini bukan sekadar ajang diskusi, tapi wadah refleksi untuk memperbaiki diri. Dari sini kita bisa memperkuat komitmen dan memperkokoh kepercayaan masyarakat bahwa pemerintah benar-benar bekerja dengan niat baik dan cara yang benar,” tutupnya. (**)
Discussion about this post