JAKARTAÂ – Rapat finalisasi penyusunan pandangan dan pendapat DPD RI terhadap beberapa RUU dalam Omnibus Law, kembali berlanjut di Hotel Santika Premiera Bintaro Tangerang Selatan, Senin (20/7/20).
Rapat yang dipimpin oleh Wakil Ketua Komite II DPD RI Hasan Basri, SE, MH, didampingi Senator asal Provinsi NAD Abdullah Puteh, secara khusus membahas 9 (sembilan) UU pada BAB III RUU Cipta Kerja.
Disela-sela kegiatan rapat, Hasan Basri secara garis besar menyampaikan pandangan dan pendapat lembaganya bahwa DPD RI sebagai representasi daerah memberikan catatan khusus. Senator asal Kalimangan Utara ini, meminta untuk direvisi kembali beberapa pasal dalam UU tersebut terutama soal kewenangan daerah yang dialihkan ke Pemerintah Pusat.
Menurut Senator HB, hal ini berpotensi menghianati semangat reformasi terutama otonomi daerah. Makanya DPD RI secara tegas menolak dan minta direvisi beberapa pasal didalamnya.
“Omnibus Law memindahkan konsep otonomi seluas luasnya menjadi sangat sentralistik. Beberapa kewenangan pemerintah daerah ditarik ke Pemerintah Pusat,†kata Hasan Basri.
Ia pun ragu bahwa penerapan Omnibus Law akan memberikan dampak positif bagi rakyat Indonesia kendati bertendensi membuka investasi dan hendak menampung pembisnis. Justru, menurutnya Omnibus Law berpotensi membuat perekonomian Indonesia melambat.
“Negara seperti kita malah bisa saja mengalami penurunan dengan rencana membuka pasar melalui penataan regulasi agar negara-negara yang mau berinvestasi terpancing masuk ke negara kita,†ujar Alumni Magister Universitas Borneo Tarakan.
Saat ini, format Omnibus Law yang dipilih Pemerintah pembahasan undang-undang secara terpecah seperti biasanya. Menurutnya, dibanding pembahasaan undang-undang yang terpecah pecaah, format Omnibus Law dipiilih karena menawarkan biaya yang lebih murah dan lobi politik yang tidak rumit.
“Tujuannya untuk menyederhanakan negosiasi di parlemen dan revisi yang banyak dapat dilakukan sekaligus dalam satu waktu. Format Omnibus Law rawan disusupi oleh kepentinan pembisnis,” jelas HB.
Lebih jauh, HB Mengatakan bahwa Omnibus Law juga dibeberapa negara menurutnya sudah dipastikan sebagai undang-undang yang anti demokrasi karena minim partisipasi publik. â€Omnibus Law syarat kepentingan bisnis dan rawan disusupi hal-hal tertentu. Omnibus Law juga menurut banyak ahli, disebut undang-undang anti demokrasi. Makanya dalam proses pembuatanya suara publik diabaikaan,†tutup Pimpinan Komite II DPD RI Hasan Basri.















Discussion about this post