MALINAU, Fokusborneo.com – Suaranya tersedak. Matanya berkaca-kaca. Yang biasa bicara lantang pidatonya singkat. Deddy Sitorus, Angggota DPR RI dari Fraksi PDIP Perjuangan tak kuasa menahan haru saat menerima aspirasi dari 11 Ketua Adat di Kabupaten Malinau, dalam Sidang Paripurna Istimewa Penutupan Hari Ulang Tahun Kabupaten Malinau ke 26.
“Saya berjanji akan memperjuangkan aspirasi orang tua kami semua. Doakan saya berhasil,” ungkap Deddy.
Sepertinya, Anggota Komisi 2 ini ingin melanjutkan pidatonya. Namun tak sanggup. Suaranya tercekak. Mulutnya terkunci.
Pidato itu berlangsung tak sampai lima menit. Lantas Deddy menutupnya dengan mengucapkan terimakasih atas kepercayaan seluruh Ketua Lembaga Adat.
Wajar bila Deddy Sitorus mengalami haru biru. Ada perasaan bangga mendapat kepercayaan. Tapi, disaat yang sama beban berat menggantung dipundaknya.
Bagaimana ia bisa menyuarakan aspirasi Lembaga Adat dalam RUU Masyarakat Adat yang sudah menjadi agenda Program Legislasi Nasional (Prolegnas) di Senayan.
“Kami masyarakat adat Malinau. Yang diwakili 11 Lembaga Adat. Menyampaikan aspirasi sebagai bagian dari suku bangsa. Yang hidup dan bermukim turun temurun di wilayah adat kami. Di perbatasan, tanah, air dan budaya menjadi sumber penghidupan serta identitas kami,” Paul Belapang, Ketua Adat Lundayeuh.
Paul Belapang; “Sejarah leluhur kami menjejak bumi, kami telah menjaga alam. Menghormati sesama dan hidup dalan kearifan adat istiadat. Kami tidak minta lebih. Hanya pengakuan dan perlindungan atas hak-hak kami sebagai masyarakat adat.”
“Kami berharap Pak Deddy Sitorus yang menjadi perwakilan kami di DPR RI dapat berjuang agar RUU itu segera disahkan menjadi Undang Undang,” tutup Paul Belapang, Ketua Adat Lundayeuh.
Selain Ketua Adat Lundayeuh, surat aspirasi itu juga ditandatangani 10 Ketua Adat lainnya. Yakni, Tidung, Bulungan, Bulusu, Abai, Tenggalan, Tahol, Kenyah, Punan, Saben dan Kayan.
Deddy Sitorus berdiri persis didepan Paul Belapang. Diapit Ping Ding Ketua DPRD dan unsur pimpinan. Diatas podium ikut menyaksikan Bupati Malinau Wempi W Mawa.
Tatapannya tajam. Ia menyaksikan dengan seksama. Menyimak kata demi kata isi aspirasi itu. Sesekali kepalanya menengadah ke langit-langit gedung dewan nan megah itu. Mungkin Ia membayangkan betapa berat tanggung jawab yang dipikulnya itu.
Bagi Deddy Sitorus, para Ketua Lembaga Adat ini tidak asing baginya. Ia sudah lama berinteraksi, paling tidak dengan seluruh warga mereka. Beragam persoalan yang dihadapi mereka terutama yang bermukim dipedalaman.
Misalnya, soal penyerobotan lahan atas nama investasi perkebunan dan tambang. Atau tidak diakuinya keberadaan masyarakat adat dalam sistem hukum Indonesia. Kekuatan hukumnya hanya sebatas Peraturan Daerah (Perda).
Deddy itu seperti menjadi tempat curhat. Setiap berkunjung ke pedalaman pasti materi diskusi seputar kasus penyerobotan tanah. Sikapnya tegas. Posisinya jelas. Ia berada disisi masyarakat adat. Tidak pernah mendua. Mungkin itu penyebabnya aspirasi ini dipercayakan kepadanya.
“Padahal, sebelum republik ini berdiri, masyarakat adat itu sudah mendiami tanah yang tiba-tiba diklaim masuk wilayah konsesi hutan.”
“Inikan seperti penindasan yang dilakukan negara kepada rakyatnya sendiri. Mereka di Jakarta tinggal blok hutan. Berkolusi dengan perusahaan. Mereka tidak peduli, ternyata dihutan itu sudah ada rakyat yang menghuni turun temurun,” kata Deddy.
Penyerahan aspirasi ini terasa istimewa. Betapa tidak. Dilakukan sacara formal disela Sidang Paripurna Istimewa DPRD Malinau. Ping Ding yang memimpin sidang. Deddy Sitorus hadir bersama Filsuf Rocky Gerung. Disaksikan Anggota DPRD Malinau, serta seluruh tokoh penting Kaltara.
Lantas sudah sejauh mana pembahasan RUU Masyarakat Adat ini di DPR? Deddy mengungkapkan pada 2 Oktober lalu DPR telah melakukan Focus Group Discussion (FDG) untuk penyusunan Naskah Akademik. Lantas harmonisasi dan pengumpulan masukan dari berbagai pihak. Agar RUU ini memenuhi prinsip partisipasi.
Apa sebenarnya isi dari RUU ini? Yah, RUU ini nantinya mengakomodasi isu kunci seperti mekanisme pengkuan komunitas adat. Hak atas tanah ulayat dan cara menyelesaikan sengketa. RUU ini juga harus sejalan dengan Perda dan mengatur soal pemberdayaan ekonomi masyarakat adat.
Tahukah Anda RUU Masyarakat Adat ini mengkrak hampir satu dekade. Selama ini aturan terkait masyarakat Adat ini menyebar disejumlah undang undang.
“Pemerintah dan DPR sepakat untuk mempercepat pengesahan RUU ini. Tujuannya adalah memberikan kepastian hukum bagi masyarakat adat,” ungkap Deddy.(pai)
 
                                 
			 
                                
 
                                 
                                 
                                 
                                 
                                













Discussion about this post