Menu

Mode Gelap

Opini · 13 Feb 2024 13:56 WITA ·

Kampus Cerminan Negara/Negara Cerminan Kampus?


					Kampus Cerminan Negara/Negara Cerminan Kampus? Perbesar

Ditulis oleh Irvan (Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Borneo Tarakan / Kadiv Litigasi LBH Kaltara)

 

Ujung tanduk Pesta demokrasi akan dilakukan pada 14 Februari 2024, beberapa tahapan Pemilu telah dilaksanakan tetapi mari kita merefleksi apa yang telah terjadi di negara kita yang berkaitan dengan Pemilu ini.

Saya akan membandingkan proses demokrasi pada Pemilu yang diadakan negara dengan Pemilihan Umum Mahasiswa Raya yang diadakan kampus, sebagai Sekretaris Komisi Pemilihan Umum Mahasiswa (KPUM) UBT 2023 melihat proses demokrasi yang terjadi di negara hampir mirip dengan apa yang terjadi di lingkungan kampus. Proses demokrasi dilaksanakan atas perintah konstitusi yaitu UUD 1945 dalam bernegara dan untuk kampus ada Peraturan Rektor dan AD/ART Keluarga Mahasiswa. Hampir semua mahasiswa sepakat bahwa organisasi kampus adalah miniatur negara, kalimat ini mengisyaratkan bahwa apa yang terjadi di kampus adalah gambaran kecil kehidupan politik negara. Indonesia adalah negara hukum jelas tertuang dalam UUD 1945 pasal 1 ayat 3, hukum menjaga demokrasi dan asas-asas demokratis yang melandasi negara hukum. Seluruh kegiatan bernegara harus diatur oleh hukum sebagai perwujudan negara hukum dan demokrasi. Pemilu merupakan bagian dari kegiatan bernegara sehingga Pemilu harus diatur oleh hukum yang saat ini yaitu UU Pemilu (UU NO 7 Tahun 2017), hukum itu ada untuk ditaati dan ditegakkan dengan tujuan menjaga ketertiban, keamanan, kepastian, kemanfaatan dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

Terjadi polemik terkait batas usia Capres/Cawapres yang diatur dalam UU Pemilu, beberapa partai politik dan perseorangan mengajukan permohonan ke Mahkamah Konstitusi yang merupakan lembaga tinggi negara dengan salah satu kewenangannya menguji UU terhadap UUD dengan tujuan untuk mengubah frasa dalam UU Pemilu tepatnya pada pasal 169 huruf (q). Pada awalnya MK telah memberikan Putusan atas perkara uji materiil pasal 169 huruf (q) terkait batas usia Capres/Cawapres yaitu pada Putusan Perkara Nomor 29/PUU-XXI/2023, 51/PUU-XXI/2023, dan 55/PUU-XXI/2023 dan MK pada inti putusannya berpandangan bahwa pengujian pasal tersebut bukan merupakan persoalan konstitusional, melainkan open legal policy sehingga ketika Putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023 diputuskan dengan putusan mengabulkan sebagian pemintaan Pemohon sangatlah inkonsistensi dengan putusan sebelumnya dan hal ini dijelaskan dalam dissenting opinion beberapa hakim MK. Perubahan pandangan yang secara tiba-tiba menyebabkan masyarakat dan para pakar hukum berpandangan bahwa ada upaya politik dalam putusan tersebut juga dikuatkan dengan laporan tempo dalam program bocor alus yang menginformasikan bahwa pejabat MK memberikan keterangan tentang Hakim Anwar Usman (paman Gibran) aktif melakukan lobi-lobi dengan hakim-hakim lain sebelum putusan diumumkan.

width"450"

Tidak hanya itu ada banyak sekali kejanggalan dalam putusan perkara Nomor 90//PUU-XXI/2023 yaitu keluar dari fungsi chek and balance, justru masuk kedalam instrument politik praktis, adanya penambahan norma ”penormaan baru” (melebihi permintaan pemohon) yang berdampak pada pelanggaran konsep dari keberadaan MK itu sendiri sebagai “negative legislator” dimana MK hanya berwenang bertindak untuk menyatakan bahwa suatu norma bertentangan dengan konstitusi atau membiarkan suatu norma yang dibentuk oleh lembaga legislatif, MK tidak boleh menjadi positif legislator yg merupakan kewenangan DPR dan adanya conflict of interest yaitu suatu kondisi yang terjadi saat individu maupun organisasi, lebih mementingkan keperluan pribadi/keluarga daripada tanggung jawabnya, hal ini gamblang sekali terlihat karena permohonan Perkara tersebut berkaitan dengan anak Presiden Jokowi sekaligus keponakan ketua MK menurut Prof. Yahya Ahmad Zein.

Pelanggaran dan kejanggalan dalam proses Pemilu terus terjadi, baru-baru ini melalui Putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) KPU terbukti melakukan pelanggaran etik sehingga mendapat peringatan keras terakhir sebab terburu-buru menerima pencalonan Prabowo dan anak Presiden tanpa merevisi PKPU tentang Pencalonan Peserta Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden. Penulis menilai ada upaya paksa untuk meloloskan anak Presiden menjadi Cawapres melihat dari apa yang terjadi di MK dan KPU.

Apa yang terjadi di Kampus?
Demokrasi dan penegakan hukum dilingkungan kampus harusnya lebih baik dari pelaksanaan proses demokrasi ditingkat negara. Sebab kampus merupakan wahana intelektual yang pada dasarnya harus bersesuaian dengan teori kenegaraan, hukum dan etika yang baik namun nyatanya tidak luput dari politik kotor. Demokrasi yang diperjuangkan oleh mahasiswa pada masa lampau, saat ini justru kemunduran demokrasi juga terjadi di lingkungannya.

Kemunduran demokrasi dan ketidaktaatan terhadap hukum dilingkungan ormawa kampus juga terjadi, judul yang saya buat mengisyaratkan bahwa oknum mahasiswa juga tidak ada bedanya dengan mereka yang menghalalkan segala cara untuk meloloskan paslonnya ditingkat negara. Sebuah syarat yang tertulis jelas dalam Pedoman Organisasi Kemahasiswaan dan AD/ART Keluarga Mahasiswa tidak dipatuhi sebagaimana mestinya sebagai sebuah konstitusi. Syarat yang dilanggar yaitu syarat kepengurusan ormawa dalam POK dan syarat menjadi Ketua dan Wakil Ketua BEM dalam AD/ART, yang menyatakan Persyaratan umum pengurus Ormawa tidak sedang dan tidak pernah terlibat sebagai partisipan, anggota/atau kader partai politik.

Salah satu Paslon yang akhirnya lolos dalam tahapan Pemira 2023 ini telah melanggar pasal tersebut sebab telah terbukti menjadi partisipan Partai Politik. KPUM memutuskan untuk tidak meloloskan namun sayangnya KPUM digugat melalui Panwaslu dan Panwaslu memberikan rekomendasi untuk meloloskan sehingga tahap pendaftaran yang telah usai justru KPUM terpaksa untuk menerima Paslon yang cacat syarat itu. Tidak hanya itu, sebagai Sekretaris KPUM menyaksikan proses pendaftaran paslon yang penuh dengan drama, KPUM ditekan saat memutuskan untuk tidak meloloskan paslon tersebut, cara-cara premanisme terjadi disana mirip halnya dengan gaya aparat nakal yang mengintimidasi orang-orang yang mencoba menegakkan hukum. Bukan hanya isu itu yang ingin penulis angkat tapi juga perintah POK yang menyatakan AD/ART harus tersosialisasi dengan baik kepada anggota, apakah saat ini AD/ART ormawa sudah tersosialisasi dengan baik? berdasarkan pengalaman saya AD/ART tidak pernah disosialisasikan oleh pimpinan Ormawa sehingga penulis berpandangan Pimpinan mahasiswa telah melanggar dan tidak menjalankan perintah konstitusi mahasiswa.

Apa yang terjadi di kampus sangat mencerminkan dengan apa yang terjadi ditingkat negara. Penulis berniat untuk memberikan kesadaran kepada mahasiswa dan masyarakat untuk sadar bahwa kemunduran demokrasi dan penegakan hukum tidak hanya terjadi ditingkat negara tapi juga dilingkungan kampus yang harusnya menjadi awal dari pembangunan dan peradaban bangsa yang bermartabat dan menjaga hukum. Untuk menyusun dan menjalankan skenario kotor tidak perlu kepintaran atau kecerdasan, yang diperlukan cuman dua yakni mental culas dan tahan malu menurut Bivitri Susanti. Kualitas kepemimpinan saat ini terlihat pada lingkungan kampus sehingga perlu untuk kita bersama melakukan evaluasi dan refleksi atas apa yang telah terjadi. Literasi demokrasi harus digencarkan pada masyarakat untuk memahami hakikat dan prinsipnya, baik dilakukan oleh negara, maupun media massa dan mahasiswa serta pendidikan politik menjadi kunci demokrasi yang bermartabat. Masyarakat dan mahasiswa harus menjadi pemilih yang cerdas dan rasional agar dapat memiliki Pemimpin yang nantinya mampu membawa bangsa ini lebih bermartabat dan mengutamakan kepentingan rakyat. Dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat, Abraham Lincoln.

Print Friendly, PDF & Email
Artikel ini telah dibaca 96 kali

blank badge-check

Redaksi

blank blank blank blank
Baca Lainnya

Pancasila Nilai yang Tak Pernah Usang

1 Juni 2024 - 08:10 WITA

blank

Terus Mengabdi Jangan Berhenti

22 Mei 2024 - 19:47 WITA

blank

Urgensi Kebangkitan Desa Pasca Terbitnya UU Desa Nomor 3 Tahun 2024

15 Mei 2024 - 21:06 WITA

blank

Pendidikan dan Original Kebangsaan

2 Mei 2024 - 13:03 WITA

blank

Implikasi Yuridis Perolehan Suara Calon Legislatif Mantan Narapidana Dengan Ancaman 5 Tahun Yang Diketahui Pasca Pemungutan Suara

18 April 2024 - 14:37 WITA

blank

Ramadhan Kareem

14 Maret 2024 - 12:02 WITA

blank
Trending di Opini