TARAKAN – Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Tarakan 2021-2041 yang sudah disetujui DPRD Kota Tarakan, selain merubah kawasan rimba kota menjadi kawasan perkebunan dan pemukiman juga merubah sebagian kawasan pertambangan menjadi kawasan pemukiman.
Ketua panitia khusus (Pansus) Raperda tentang RTRW DPRD Kota Tarakan Dino Andrian mengatakan Raperda tentang RTRW 2021-2041 telah merubah sebagian kawasan pertambangan menjadi kawasan pemukiman. Hal ini terkait banyaknya masyarakat yang membangun di kawasan Wilayah Kerja Pertambangan (WKP).
“Hanya saja ketentuan yang termuat dalam Raperda RTRW itu, tidak serta merta menjamin lahan itu adalah lahan masyarakat. Artinya bisa saja lahan itu masih milik Pertamina atau bisa disandingkan saja alas hak dari masyarakat dalam bentuk apa dan Pertamina alas hak nya dalam bentuk apa minimal secara pemanfaatan ruang sudah diatur,” kata Dino Andrian saat diwawancarai Fokusborneo.com beberapa hari lalu.

Dino mencontohkan, kawasan pertambangan yang berubah fungsi menjadi kawasan pemukiman salah satunya depan kawasan Islamic Center di Kelurahan Kampung Empat dan di Jalan Pulau Bunyu Kelurahan Kampung Satu. Dalam Perda RTRW lama, wilayah tersebut masuk kawasan pertambangan.


“Sekali lagi Raperda ini hanya mengatur pemanfaatan kawasannya, ruangnya bukan mengatur soal siapa pemilik lahan berdasarkan legalitas yang sah. Itu tentu ada aturan lain lah atau uji skringing siapa yang punya legalisasi diatas lahan tersebut,” ujar politisi Partai Hanura.
Dikatakan Dino, alasan perubahan kawasan pertambangan menjadi kawasan pemukiman, karena disekitar area tersebut sudah banyak perkembangan dan jarak pompa minyak yang aktif cukup jauh.

“Kalau kemarin keterangan dari tim pembahas pemerintah ketika mereka berkonsultasi dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), minimal 50 meter dari sumur yang aktif itu sudah bisa dikeluarkan dari wilayah pertambangan,” jelas pria yang menjabat sebagai Sekretaris Komisi I DPRD Kota Tarakan.
Meskipun begitu, dikatakan Dino masyarakat tidak boleh membangun pemukiman diarea tersebut jika tidak memiliki legalitas. Minimal kawasan tersebut, bukan lagi kawasan pertambangan namun bisa dimanfaatkan menjadi ruang terbuka hijau.
“Sekali lagi, belum bisa lahan itu milik masyarakat atau milik Pertamina itu nanti ada ruang tersendiri membahas soal itu. Kalau kemudian masyarakat hanya mengklaim sepihak tidak bisa menunjukan alas hak, berarti jangan membangun. Minimal pemanfaatan ruangnya, kita sudah keluar dari wilayah pertambangan selama ini berdasarkan Perda yang lama masyarakat tidak boleh membangun pemukiman disitu,” beber pria yang menjabat sebagai Sekretaris Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Partai Hanura Kota Tarakan.
Ditambahkan Dino, soal detail RDTR, nanti dituangkan melalui peraturan kepala daerah. Upaya ini, untuk meminimalisir potensi konflik agraria antara masyarakat dengan Pertamina.
“Kalau kita melihat wilayah-wilayah Pertamina berdasarkan Perda yang lama, banyak wilayah secara ekonomi memiliki nilai bisnis ya rata-rata dipinggir jalan besar. Ketika dikeluarkan dari wilayah pertambangan, kita berharap bisa mendongkrak pertumbuhan ekonomi masyarakat sekitar. Selain itu potensi-potensi konflik agraria antara masyarakat dengan Pertamina bisa diminimalisir lah,” tutup alumni Strata 1 Universitas Borneo Tarakan.(Mt)