Smart Cakrawala Aviation merekrut banyak pilot muda. Mayoritas anak daerah yang bermimpi bisa terbang. Pongky Majaya memperlakukan pilot-pilot muda itu seperti anaknya sendiri.
Oleh: Doddy Irvan
Di sebuah restoran di Malinau. Saya dan rombongan wartawan lainnya diundang makan malam. Ternyata di restoran itu tidak hanya Pongky, sudah ada pilot, copilot, engineer, ground handling Smart Aviation. Mereka bercengkrama bersama. Saling bercanda.
Saya mengamati, seperti tak berjarak. Padahal Pongky adalah pemilik Smart Aviation. Bos besar. Satu per satu dia perkenalkan karyawannya itu.
“Ini Abraham. Putra asli Long Bawan. Sebentar lagi dia selesai training,” jelas Pongky. Di sebelahnya Abraham tersipu malu, sambil memperkenalkan diri.
Tidak hanya Abraham, masih ada lagi beberapa pilot lainnya diperkenalkan. Ada yang dari Papua, Sambas dan Tangerang. Mereka menjadi pilot Smart dari berbagai jalur. Yang menarik ada yang khusus disekolahkan dari nol.
“Ada engineer punya potensi, kerjanya bagus. Saya tanya mau jadi pilot? Eh, dia mau. Ya sudah kami sekolahkan,” kisahnya.
Anda sudah tau. Sekolah pilot tidak murah. Biayanya, rata-rata Rp 500.000.000 sampai Rp 800.000.000. Belum lagi mengambil rating. Untuk Cessna Caravan saja bisa tembus Rp 250.0000.000. Totalnya bisa sampai 1 miliar lebih. Semua dibiayai Smart.
Itu model beasiswa langsung. Ada juga beberapa pilot ditanggung untuk mengambil biaya rating. Contohnya seperti Abraham itu.
Uniknya, Smart tidak mengikat mereka dengan perjanjian kerja. Seperti ikatan dinas misalnya. Atau gajinya dipotong untuk mengembalikan biaya sekolah. Setelah lunas baru boleh pergi.
“Saya bilang sama mereka. Tidak ada istilah ikatan dinas. Kalian maksimal hanya boleh dua tahun kerja di Smart. Setelah itu resign. Cari kerja di luar,” ungkapnya.
Apakah Smart tidak rugi? Sudah bayarin sekolah, terus keluar begitu saja?
Ternyata kebijakan ini punya tujuan. Pongky merasa sedih, saat ini Indonesia sedang kelebihan pilot. Ada sekitar seribu lebih lulusan pilot masih menganggur. Belum lagi pilot korban PHK.
“Lulusan pilot yang hari ini menganggur itu kan butuh pekerjaan. Smart harus bisa menyerap mereka. Saya gak masalah rugi, yang penting bisa membantu,” jelasnya.
Oleh karena itu, Smart mengambil kebijakan tidak mempekerjakan pilot dari luar negeri. Kecuali untuk level instruktur. Sebenarnya, jika mau untung besar seperti perusahaan lain, Pongky bisa merekrut pilot-pilot bule itu. Mereka itu rela digaji kecil. Sebab hanya mengejar jam terbang.
Makanya, seluruh pilot yang bekerja di Smart happy. Mereka tidak perlu merasa terancam, bakal tersingkir oleh pilot bule. Masalahnya cuma satu, para pilot ini betah kerja di Smart. Akibatnya, perintah dua tahun angkat kaki, kurang berhasil.
“Mereka mayoritas betah kerja di Smart. Pada gak mau disuruh keluar,” kata Pongky sambil terkekeh.
Pilot Smart ini memang unik. Khususnya dari sisi penampilan. Jarang ada yang pakai baju seragam resmi. Kemeja putih, berdasi dan di pundaknya nangkring bar pilot. Yang ada pakai celana pendek, baju kaus sama topi kupluk. Status mereka sebagai pilot hanya terlihat dari wings yang nempel di dada sebelah kiri.
Lihat saja penampilan Captain Egon Erawan dan Captain Bona Ventura. Dua penerbang ini akan saya buatkan tulisan sendiri. Mereka representasi pilot senior dan pilot muda di Smart Aviation. (pai)