TARAKAN – Sejumlah solusi berhasil disepakati dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) DPRD Kota Tarakan bersama instansi terkait menindaklanjuti permasalahan tambat kapal tongkang di wilayah tangkap nelayan, Kamis (6/2/25).
Menanggapi kesepakatan tersebut, Kabid Perikanan Budidaya PDS dan PSDKP di DKP Provinsi Kaltara, Hasan Basri, S.Pi., M.Si menuturkan karena bersinggungan dengan usaha nelayan, pihaknya mendukung dan memfasilitasi jalan keluar terbaik untuk semua pihak.
“Supaya sama-sama bisa beraktivitas. Karena memang laut ini tidak hanya milik satu aktivitas, selain nelayan juga ada aktivitas lainnya seperti dunia usaha dan pelayaran,” katanya.
Meski demikian, pihaknya tetap berupaya untuk mencari jalan dan solusi agar bisa memfasilitasi semua kegiatan di perairan bisa berjalan baik.
Terkait keluhan nelayan, tentang tambat kapal tongkang di wilayah tangkap ikan, pihaknya di Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kaltara hanya bersifat melakukan kajian. Salah satunya, kegiatan apa saja yang bisa menggunakan wilayah perairan tertentu.
“Kami tidak menetapkan sebenarnya, tetapi memberikan gambaran ada terjadi aktivitas di kawasan. Tapi, untuk wilayah nelayan kabupaten kota kan jaraknya 0 sampai 4 mil,” terangnya.
Ia katakan lagi, sebenarnya ruang gerak nelayan bisa dilakukan. Hanya saja yang menjadi penetapan, alur pelayaran sesuai undang-undang dan ketetapan dari Menteri terkait.
Sedangkan DKP hanya bersifat menetapkan zonasi, tapi bukan menetapkan secara ketetapan.
“Misalnya ini lho kegiatan disini, artinya antara nelayan dan budidaya di laut atau rumput laut, tugu dan aktivitas nelayan tetap atau bergerak seperti nelayan tangkap. Kan banyak jenisnya, kami memberi informasi dengan dokumen kajian tersebut,” tandasnya.
Terkait tambat kapal, ia tegaskan juga bukan merupakan kewenangan DKP Kaltara.
“Kami juga sebenarnya merasa terganggu, karena ada aktivitas. Harusnya ada penertiban dari pihak terkait yang memiliki kewenangan dan kompetensi terhadap kegiatan tersebut,” tegasnya.
DKP Kaltara hanya sebatas mengatur aktivitas perikanan, dalam hal ini aktivitas nelayan. Meski, diakuinya temuan pelanggaran tambat kapal ini baru terjadi di tahun ini.
Sedangkan tahun lalu, permasalahan perikanan terjadi di wilayah muara.
“Baru kali ini ada bersinggungan dengan kegiatan lain, terutama pelayaran. Rata-rata tugboat dan tongkang,” ungkapnya.
Hasan Basri menambahkan, pihaknya sebatas menerima laporan dari insiden yang terjadi pada nelayan.
“Kemudian kami koordinasikan dengan OPD terkait, dalam hal ini kepelabuhanan, KSOP, navigasi sebagai lintas sektor untuk memfasilitasi apa yang terjadi pada kegiatan perikanan dan nelayan umumnya,” tandasnya.(**)